Minggu, 30 Januari 2011

STRATEGI BERSAING PENGUSAHA KECIL SULAMAN/BORDIR DI KOTA PADANG

STRATEGI BERSAING PENGUSAHA KECIL SULAMAN/BORDIR
DI KOTA PADANG
Abror
Abstract
This research wants to know about competitive strategy that chosen by the Embroidery SME,s and want to know about the effect of sales volume, total asset and age of firm to the generic strategy. By using a survey research with 100 respondents, this research found the embroidery SME,s used cost leadership strategy as a competitive strategy and no effect of sales, age of firm and amount of assets to the chosen competitive strategy. It found that the embroidery SME,s in the position “stag in the middle”.  If the SME,s wants to get the suitable strategy, they have to fit the strategy with the current conditions of firm and it is better to used focus strategy as a competitive strategy. The last this research found no effect of three variables to the chosen competitive strategy.

Kata Kunci: Strategi bersaing,  Keunggulan biaya, diferensiasi, fokus

Pendahuluan
      Agar berhasil dalam memenangkan persaingan, setiap pengusaha perlu memperhatikan kondisi internal dan eksternalnya, ini akan menjadi dasar dalam pemilihan strategi yang harus diterapkan untuk menghadapi persaingan tersebut. Strategi yang diterapkan oleh setiap perusahaan bisa saja berbeda karena kondisi yang berbeda, dan dicocokkan dengan kebutuhan saat itu sehingga bisa menjawab tantangan  persaingan yang semakin tinggi serta meperhatikan kebutuhan konsumen .           Kota Padang  merupakan salah satu  lokasi yang cukup  banyak memiliki  bidang-bidang usaha yang  dikelola oleh UKM, berdasarkan  data dari Dinas Koperasi, Pembinaan Usaha Kecil dan Menengah  Kota Padang, ternyata ada 4 industri yang dimiliki  atau di kelola oleh UKM yaitu industri pertanian,  industri makanan, industri jasa, dan industri kerajinan.
      UKM  yang ada di kota Padang  adalah yang memiliki kekayaan  rata-rata  kecil sama dengan Rp 200.000.000. dan memiliki omset  dibawah  1 Milyar   pertahun  (sesuai dengan  penggolongan oleh Departemen Koperasi Pembinaan Usaha Kecil dan Menengah).
.     Dalam  menjalankan bisnis, UKM harus  menerapkan suatu  strategi agar mampu memenangkan persaingan, namun strategi apa yang mereka gunakan  sering tidak mereka ketahui , karena keterbatasan yang dimiliki oleh UKM sendiri. Sebenarnya berdasarkan data, kontribusi yang diberikan oleh UKM terhadap PDB (non Migas ) Indonesia  cukup besar dimana untuk tahun 2000 usaha kecil berkontribusi sebesar 46 persen, usaha menengah  18 % dan usaha besar sebesar 36%, sehingga kontribusi total UKM adalah 64% dari PDB non migas.
      Untuk daerah Sumatera barat sendiri,  sebagian besar PDRB dihasilkan dari kegiatan usaha kecil dan menengah. Pada tahun 2002 PDRB berdasarkan harga konstan tahun1993 yang dihasilkan adalah sebesar Rp. 8.503.927,49. Posisi pemberian kredit bagi usaha kecil di Sumatera barat cenderung terus meningkat. Hal ini juga menunjukan semakin tingginya perhatian perbankan terhadap usaha kecil. Kota Padang khususnya juga mengalami hal yang sama, kredit yang diberikan untuk pengusaha kecil terus meningkat mulai dari Rp 308, 377 milyar ditahun 1993 sampai dengan Rp 843,964 milyar ditahun 2002 dan terus meningkat ditahun 2003.
      Peningkatan pemberian kredit ini harus diimbangi pula dengan meningkatnya daya saing usaha kecil dan menegah yang ada di kota Padang. Salah satu jenis usaha tersebut adalah usaha kerajinan sulaman dan bordir.
      Dalam penelitian ini penulis memfokuskan diri  kepada UKM yang bergerak dalam indurstri kerajinan dan lebih khusus adalah usaha sulaman dan bordir  yang memiliki pangsa pasar lokal  serta sebagai cendera mata bagi turis.
      Usaha sulaman menjadi cukup menarik  dalam kondisi sekarang  terutama di Sumatera Barat,  karena  saat ini pemerintah daerah  mengeluarkan kebijakan untuk pengembangan sektor pariwisata, sebagai akibat dari  pengembangan sektor tersebut, usaha sulaman/bordir  ikut  mengalami perkembangan, terutama dengan semakin banyaknya turis yang masuk  dan menjadikan  produk-produk sulaman/bordir sebagai cendramata. Selain hal tersebut, orientasi usaha kecil yang ada sekarang ini akan diarahkan untuk berorientasi ekspor. Nilai Ekspor hasil kerajinan Sumatera Barat juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu dari 29 ribu USD di tahun 2001 menjadi 63 ribu USD  di tahun 2002
      Dalam penelitian ini penulis ingin melihat permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut:Strategi bersaing apakah yang lebih dipilih oleh pengusaha Sulaman/bordir di kota Padang dalam memasarkan produknya, dan apakah   strategi bersaing yang dipilih oleh pengusaha sulaman/bordir  bisa dikelompokan berdasarkan  lama(umur) usaha, penjualan dan  jumlah Aset yang dimiliki

Kajian Teori

Competitive strategy yang tepat harus  digunakan  dalam memenangkan persaingan tersebut,  Porter (1980) mengemukakan ada 3 Generic  Strategy yang bisa digunakan dalam memenangkan Persaingan tersebut, yaitu:
  1. Cost Leadership: yaitu keunggulan dalam biaya  yang tercermin dari skala produksi, sehingga menciptakan efisiensi dan  penurunan biaya per unit .
  2. Differentiation :  dengan menciptakan produk yang unik atau berbeda dengan saingan, keunikan tersebut bisa tercipta dari disain, tampilan, packeging atau fungsi dari produk melebihi produk saingan.
  3. Focus Strategy yaitu dengan mengkhususkan pelayanan terhadap pangsa pasar tertentu  yang dinilai layak  atau memanfaatkan ceruk pasar/ market niche yang ada sehingga berhasil mendapatkan keuntungan tanpa harus berhadapan dengan pemimpin pasar.

Strategi overall cost leadership dikenal oleh banyak  orang pada tahun 1970-an, strategi ini memberikan perhatian yang lebih terhadap biaya dan overhead yang di keluarkan oleh perusahaan dalam berproduksi. Konsep ini menganggap dengan memiliki posisi biaya rendah atau yang minimal akan membuat perusahaan mendapatkan laba diatas rata-rata dalam industri walaupun berada dalam kondisi persaingan yang besar.
Posisi biaya yang rendah merupakan suatu kunci  yang harus diperoleh perusahaan agar menang dalam persaingan, namun hal ini dicapai tanpa harus mengorbankan kualitas produk yang dihasilkan. Strategi ini menuntut pengembangan market share dan  kemudahan dalam berproduksi, oleh karena itu strategi ini juga menuntut skala produksi yang ekonomis dan berproduksi secara massal, hal tersebut sekaligus  bisa menciptakan efisiensi biaya. Keterampilan dan sumberdaya  yang umum diperlukan dalam strategi ini adalah investasi yang besar dan terus menerus serta kemudahan mendapat tambahan modal, keterampilan rekayasa proses, pengawasan yang ketat terhadap tenaga kerja, kemampuan rancangan produk yang mudah dibuat dan didistribusikan dengan biaya rendah.
Strategi kedua adalah strategi differentiation, seperti yang disebutkan dalam pengertiannya, strategi ini digunakan untuk menciptakan suatu produk yang berbeda dengan pesaing yang ada, atau memiliki keunikan yang unggul dibanding pesaing. Differentiation jika   diimplementasikan dengan baik akan memunculkan keunikan dibandingkan pesaing yang ada  dan dapat menjadi alat untuk mencapai margin laba yang lebih tinggi.
Konsumen  akan mau membeli dengan harga yang lebih tinggi jika nilai atau manfaat  yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan mengkonsumsi produk pesaing. Konsekuensi dalam menerapkan strategi ini akan memunculkan biaya tambahan seperti untuk riset produk dan pasar, disain produk, pembelian bahan baku bermutu tinggi, atau  biaya pelayanan pada konsumen secara intensif. Kemampuan  yang harus dimiliki  jika ingin menggunakan strategi ini adalah kemampuan dalam pemasaran yang kuat, kemampuan yang kuat dalam riset pasar, reputasi perusahaan yang akan menciptakan image di benak konsumen, kerja sama yang erat dengan saluran distribusi.
Strategi  ketiga adalah  strategi focus yang mengkhususkan diri  untuk melayani kelompok konsumen, segmen lini produk,ataupun pasar geografis tertentu saja. Strategi ini dapat menciptakan margin laba yang lebih tinggi karena hanya melayani  segmen tertentu saja, namun juga ada konsekuensi yang harus diterima adalah adanya biaya  ekstra yang harus dikeluarkan dalam beroperasi.
Strategi focus membutuhkan kemampuan yang lebih ekstra yaitu gabungan dari strategi  overall cost leadership dan differentiation karena   yang menjadi market targetnya adalah  sasaran strategis tertentu sehingga harus bisa memunculkan image dan keunggulan untuk mempertahankan pelanggan.
Strategi bersaing yang dikemukakan oleh Porter ini selain memiliki keuntungan juga terdapat berbagai risiko dalam penerapannya yaitu berupa:
  1. Strategi Cost Leaderships : dalam strategi ini terdapat risiko  diimitasi oleh kompetititor, perubahan teknologi yang bisa menyebabkan teknologi lama yang di gunakan akan menjadi usang dan butuh investasi besar untuk mengganti dengan teknologi baru, dan risiko lain yang melekat pada strategi cost leadership.
  2. Strategi Differentiations: Risiko yang bisa muncul dalam strategi ini adalah imitasi dari kompetitor, faktor perbedaan yang dimunculkan perusahaan dalam produknya dianggap tidak begitu penting oleh konsumen.
  3. Strategi focus: dalam strategi ini  risiko yang mungkin muncul adalah risiko target segment yang dituju menjadi tidak atraktif secara struktural dan permintaan menjadi hilang. Segmen yang dimasuki sangat berbeda dengan segmen lain yang lebih sempit.

            Kondisi lain yang mungkin terjadi dalam menerapkan generic strategy ini adalah terjepit di tengah-tengah artinya  perusahaan ingin menerapkan satu strategi tetapi tidak memiliki kompetensi inti dalam hal tersebut sehingga kemampu labaannya menjadi sangat rendah.
Dalam  bahasa lain diungkapkan oleh Treacy & Wiersema (1994) ada tiga strategi yang bisa diterapkan dalam memenangkan persaingan, pertama dengan menciptakan suatu Operational Excellence yaitu   beroperasi secara efisien sehingga dihasilkan produk dengan standar kualitas yang baik dan diproduksi dengan biaya yang  optimal sehingga bisa diterapkan harga yang bersaing.
 Kedua  Customer Intimacy yaitu dengan menciptakan suatu keintiman dengan konsumen, pengusaha/produsen harus dapat menciptakan kedekatan hubungan dengan konsumen sehingga dapat menangkap apa yang diinginkan dan dibutuhkannya.
 Ketiga adalah dengan Product Leadership yaitu menjadi nomor satu dalam kategori produk yang sama, menjadi pemimpin disini tidak hanya dari segi kualitas produk tetapi juga dari pelayanan yang diberikan atau dengan kata lain adalah gabungan dari operational excellence dan customer intimacy.
Strategi product leadership memungkinkan perusahaan untuk menetapkan harga premium dibandingkan pesaing dan sekaligus dapat memposisikan diri sebagai produk yang terbaik di pasar. Penerapan strategi bersaing sangat ditentukan sekali oleh jenis dan kondisi industri dimana perusahaan berada, strategi untuk industri yang terfragmentasi akan memiliki perbedaan dengan industri yang baru tumbuh atau industri yang sudah dewasa.
Industri kerajinan sulaman merupakan industri yang terfragmentasi  dimana tidak satu perusahaan pun yang  mempunyai bagian pasar yang besar dan dapat mempengaruhi hasil industri secara kuat. Industri terfragmentasi biasanya terdiri dari perusahaan kecil dan sedang yang banyak diantaranya milik perorangan.
Faktor-faktor yang menyebabkan industri terfragmentasi adalah:
a.               Rendahnya hambatan masuk secara menyeluruh yang menyebabkan tingginya persaingan, sehingga tidak ada perusahaan yang dominan.
b.              Ketiadaan skala ekonomis atau kurva pengalaman, yang berarti perusahaan yang ada dalam industri tidak menghasilkan dalam jumlah besar dan cendrung bersifat sederhana .
c.               Tingginya biaya transportasi
d.              Tingginya biaya persediaan atau tidak menguasai  kondisi fluktuasi penjualan.
Langkah langkah yang harus dilakukan dalam merumuskan strategi bersaing dalam industri terfragmentasi ini adalah dengan mengidentifikasi:
a.       Bagaimana struktur industri dan posisi para pesaing
b.      Mengapa fragmentasi terjadi dalam industri
c.       Apakah fragmentasi dapat diatasi dan bagaimana cara mengatasinya
d.      Apakah mengatasi fragmentsi akan menguntungkan
e.       Jika fragmentasi tidak dapat dielakan apa alternatif yang terbaik untuk menanggulanginya

Penelitian-penelitian tentang competitive strategy ini telah banyak dilakukan  di berbagai negara, namun penelitiannya lebih terfokus pada industri yang sudah besar. Penelitian yang sama untuk usaha kecil  yang pernah dilakukan adalah  di Amerika  oleh Kean, Neimeyer dan Miller(1996), penelitian tersebut dilakukan pada tiga  daerah di Midwestern. Tujuan penelitian ini untuk melihat strategi apa yang banyak di pilih oleh pengusaha kecil serta ada tidaknya perbedaan strategi yang diambil berdasarkan tipe toko, jumlah penjualan dan  lama (umur) usaha. 
Hasil dari penelitian tersebut menunjukan  bahwa  ternyata tidak ada pengaruh  sales volume  terhadap strategi yang diambil, ada pengaruh  yang signifikan dari jenis toko dan lama(umur)usaha  terhadap strategi yang dipilih.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel  adalah quality control of craft items, operating efficiency of business, competitive pricing, trained sales personel, high levels of craft inventory sebagai penentu untuk strategi overall cost leadership. Strategi differentiation di nilai berdasarkan reputations among other stores, new kind of craft items, recognition of stor name for crafts, innovation in visual presentation, providing specialty craft product,  advertising or special events. Focus diwakili oleh variabel serving  special customer groups, locations in tourist area, higher priced craft items, serving special geographic markets.
Wong & Kwan (2001)  dalam penelitiannya tentang competitive strategy pada hotel dan travel agent di Hongkong dan singapura menemukan ada 9 competitiveness criteria yaitu berupa: meeting customer expectations, differentiating market offering, building service delivery systems, mobilizing people and partner, leveraging information technology to deliver value, defining service standards and performance, cost competitiveness, reliance on local vs expatriate staff dan delivering services across countries.
            Hlavacka et.al (2001) juga melakukan penelitian tentang generic strategy  Porter ini pada rumah sakit-rumah sakit di Slovakia serta implikasinya terhadap kinerja. Dalam penelitian tersebut di temukan bahwa penerapan generic strategy yang benar dalam rumah sakit akan ber implikasi secara signifikan terhadap performance. Perusahaan yang  kurang memperhatikan strategi bersaing akan cendrung menjadi pemain yang “wait and see”.      
            O’Gorman (2001) mengemukakan agar usaha kecil menengah mampu  bertumbuh secara berkelanjutan harus memperhatikan 2 kunci pilihan. Kedua kunci itu adalah pertama menentukan “where to compete” dimana perusahaan akan bersaing, hal ini tidak cukup dan harus diikuti dengan yang kedua “How to compete” yang menjelaskan bagaimana perusahaan menghadapi persaingan tersebut. Lau (2002) juga menemukan ada dua competitive factors  yaitu kualitas produk yang lebih tinggi dan biaya produksi yang rendah, namun untuk meningkatkan sustainable competitive advantage suatu perusahaan perlu didukung oleh inovasi dan perkembangan teknologi.
Temuan dan Pembahasan
a.      Analisis Deskriptif
Responden dalam penelitian ini sebagian besar berpendidikan SMA ke atas. Hal ini terlihat pada Tabel 4.1 dimana hanya  2% yang berpendidikan tamat SD dan yang terbesar adalah tamatan SMA. Berdasarkan kondisi ini dapat disimpulkan bahwa pemilik usaha sulaman border ini adalah orang-orang yang berpendidikan meskipun sebagian besar masih berpendidikan SMA
            Pertanyaan tentang pentingnya pengendalian kualitas produk seperti kualitas bahan baku, motif dan kerapian dinilai sebagaian besar responden sangat penting, dimana 97% responden menyatakan hal tersebut penting ataupun sangat penting. Pernyataan tentang efisiensi dalam beroperasi seperti efisiensi dalam penggunaan bahan baku dan jam kerja dianggap oleh sebagian besar responden adalah merupakan hal yang penting dalam menjalankan usaha sulaman dan bordir, dimana 97% menilai hal tersebut merupakan hal yang penting

Pernyataan tentang harga yang bersaing sesuai dengan kualitas dan nilai yang ditawarkan, dinilai oleh responden termasuk hal yang penting. Hal ini ditunjukan oleh jawaban 97% responden. Tenaga penjual yang terlatih dinilai oleh responden juga termasuk hal yang penting, dimana 95% responden menilai hal ini sebagai hal yang penting. Kondisi ini muncul karena responden beranggapan bahwa tenaga penjual merupakan orang yang terdepan yang akan berhadapan dengan konsumen.

            Tingkat persediaan yang cukup juga dinilai oleh sebagian besar responden merupakan faktor yang penting, dimana 99% responden  menilai hal ini merupakan faktor penentu. Persediaan yang cukup akan memberikan citra yang baik bagi usaha sulaman dan bordir dan dinilai akan mampu membuat konsumen tidak mencari lagi produk tersebut di tempat lain..
            Respoden menilai  perusahaan harus mampu menciptakan produk atau motif  baru yang sesuai dengan selera konsumen. Hal ini diperlihatkan oleh jawaban 80% responden yang setuju perlu adanya penciptaan produk baru. Selain produk, nama yang mudah diingat juga merupakan hal yang perlu diperhatikan karena menurut  81% responden, pemilihan nama yang mudah diingat juga perlu diperhatikan      Dalam memperkenalkan produk baru menurut responden perlu dilakukan pengembangan teknik agar produk tersebut dapat diterima oleh konsumen. Hal ini terlihat dari jawaban 97% responden yang menyatakan perlu adanya pengembangan teknik memperkenalkan produk ke konsumen. Usaha sulaman bordir juga dinilai perlu menyediakan sulaman/bordir dengan motif  khusus yang berbeda dengan para pesaing
            Usaha sulaman bordir dinilai responden tidak perlu melayani kelompok konsumen ataupun permintaan daerah tertentu, artinya produk yang dihasilkan ditawarkan kepada keseluruhan kelompok konsumen dan diproduksi secara missal untuk berbagai daerah pemasaran. Harga produk yang ditawarkan harus bersaing dengan para pesaing dan tidak perlu menetapkan harga yang lebih tinggi.
            Penjualan rata-rata perbulan usaha sulaman bordir yang ada di kota Padang sebagian besar adalah antar 0-5 juta rupiah dengan kekayaan bersih antara 0- 30 juta rupiah. Usaha sulaman bordir yang ada di kota Padang rata-rata telah berumur antara 0- 15 tahun artinya secara lama usaha berdiri, usaha-usaha ini sudah cukup lama namun secara kekayaan dan penjualan perbulan masih tergolong kecil.
            Pengelompokan strategi yang digunakan oleh usaha sulaman bordir ini  sebagian besar menggunakan strategi keunggulan biaya (cost leadership) yaitu sebanyak 64% dan 32% menggunakan strategi diferensiasi serta sisanya menggunakan strategi fokus.


b.      Analisis Faktor
Analisis faktor digunakan untuk menguji konstruk  dari ketiga generic strategy berdasarkan indicator  yang mampu menjelaskan konstruk tersebut. Langkah-langkah dalam analisis ini dimulai dari melihat nilai KMO barlett test, jika nilai KMO signifikan artinya jumlah sample sudah cukup dan analisis dapat dilanjutkan. KMO digunakan untuk melihat kecukupan sample yang dioleh. Langkah selanjutnya dilihat dari table anti image correlation, jika masih ada nilai korelasi antara variable dengan dirinya sendiri  dibawah 0,5 sebagai cut off, maka indicator tersebut harus dikeluarkan dari analisis. Langkah terakhir dilihat dari nilai component martrix, jika masih ada nilainya yang dibawah  0,5 ini juga harus dikeluarkan karena dinilai kontribusinya dalam menjelaskan konstruk dianggap kecil yang diperlihatkan oleh korelasinya dengan konstruk yang terbentuk.
Strategi  keunggulan biaya (cost leadership) setelah dilakukan analisis, ternyata memiliki 5 indikator (atribut) yaitu  pengendalian kualitas, efisiensi beroperasi, harga yang bersaing, tenaga penjual yang terlatih serta tingkat persediaan yang cukup. Strategi diferensiasi ternyata dapat dijelaskan oleh  4 indikator yaitu menciptakan produk baru, nama yang mudah diingat, pengembangan teknik memperkenalkan produk, serta menyediakan sulaman/bordir yang khusus. Reputasi dimata konsumen dalam analisis ternyata memiliki korelasi dibawah 0,5 sehingga harus dikeluarkan dari analisis.
Strategi yang terakhir adalah strategi focus, strategi ini memiliki  3 indikator yang berkorelasi kuat, yaitu melayani kelompok konsumen tertentu, menetapkan harga yang lebih tinggi dan melayani permintaan daerah tertentu. Promosi dan lokasi yang dekat dengan daerah wisata ternyata memiliki korelasi yang kecil dengan strategi focus, sehingga indicator ini dikeluarkan dari analisis.

c.       Analisis  Diskriminan
Penelitian ini juga ingin melihat  pengelompokan strategi yang dipilih berdasarkan  penjualan perbulan, jumlah kekayaan bersih serta umur usaha tersebut. Analisis diskriminan  merupakan alat analisis yang bisa digunakan untuk melihat hal tersebut. Langkah yang dilakukan dalam analisis diskriminan pertama adalah  melihat homogenitas data, dengan menggunakan Box’s M test ternyata dinilai data sudah homogen yang ditunjukan dengan nilai signifikan diatas 0.05 , artinya  analisis ini boleh dilanjutkan.
            Berdasarkan tabel classification result ternyata tingkat akurasi pengelompokan strategi berdasarkan 3 variabel tersebut hanya 46% dan setelah validasi silang hanya sebesar 43% artinya pengelompokan tersebut belum bagus karena keakuratannya masih 46 atau 43 persen .

  1. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian dan rumusan masalah yang pertama, terlihat bahwa strategi yang paling banyak dipilih oleh pengusaha sulaman dan bordir adalah strategi keunggulan biaya. Strategi ini dipilih oleh 64% responden Berdasarkan faktor-faktor pendukung pemilihan strategi ini seperti yang diungkapkan Porter (1980), usaha sulaman dan bordir di kota Padang harus memiliki dana yang besar untuk investasi, keterampilan dalam rekayasa  proses, pengawasan terhadap tenaga kerja serta berproduksi dalam skala ekonomis.
Kondisi usaha sulaman bordir di kota Padang tidak didukung oleh faktor-faktor yang harus ada pada strategi keunggulan biaya, sehingga memunculkan suatu kondisi  yang dikenal sebagai “terjepit di tengah-tengah” (Porter, 1980). Berdasarkan faktor pendukung seperti jumlah modal, jumlah penjualan yang relative kecil seharusnya usaha sulaman bordir di kota Padang lebih tepat menggunakan strategi focus dengan masuk ke ceruk pasar dan ini akan sesuai dengan temuan Lee (2002), bahwa strategi yang lebih tepat untuk usaha kecil adalah strategi focus atau yang disebut sebagai niching strategy.
Hlavacka et.al (2001) menemukan bahwa perusahaan yang kurang memperhatikan strategi bersaing akan cendrung menjadi pemain “wait and see”. Hal ini juga terjadi pada pengusaha sulaman bordir di kota Padang, karena salah dalam memilih strategi bersaing. Usaha sulaman bordir cenderung menunggu dan hanya bersaing secara kurang sehat dengan sesama pesaing yaitu dengan menggunakan perang harga sehingga dalam jangka panjang usaha-usaha ini akan mati dengan sendirinya.
Sejalan dengan temuan O’Gorman (2001), usaha kecil sulaman bordir di kota Padang belum optimal dalam memikirkan strategi bersaing yang mampu menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan. Hal ini terjadi karena usaha sulaman bordir di kota Padang kurang memperhatikan dimana akan berkompetisi serta bagaimana cara berkompetisi. Lebih lanjut menurut Porter(1980) karena industri ini merupakan industri yang terfragmentasi sehingga kurang tepat menggunakan strategi keunggulan biaya dan lebih tepat jika menggunakan strategi focus  pada segmen yang belum tergarap oleh pesaing atau melakukan suatu aliansi strategis dengan pesaing yang ada.
Pengusaha sulaman bordir seharusnya tidak hanya mengandalkan biaya yang rendah, tetapi harus diikuti dengan inovasi seperti yang dikemukakan oleh Lau (2002). Lau menyatakan bahwa selain kualitas produk dan biaya produksi yang rendah dalam menciptakan keunggulan bersaing yang berkelanjutan perlu didukung  inovasi dan perkembangan teknologi.
Wong dan Kwan (2001) juga menyatakan bahwa salah satu kriteria daya saing itu adalah menawarkan produk yang unggul sekaligus berbeda dan sesuai dengan harapan pasar. Treacy & Wiersema (1994) menyarankan  strategi bersaing yang disebut product leadership yang merupakan strategi menjadi nomor satu didalam kategorinya tidak hanya dari segi produk tetapi juga dari pelayanan yang diberikan dengan jalan membangun kedekatan dengan pelanggan.
Berdasarkan rumusan masalah yang kedua, ternyata ditemukan tidak ada pengaruh yang signifikan  dari jumlah penjualan, umur usaha dan jumlah kekayaan bersih dalam pengelompokan strategi bersaing yang dipilih. Hal ini terjadi karena usaha kecil sulaman bordir dalam memilih strategi bersaing yang digunakan belum menyesuaikan dengan sumberdaya yang dimiliki serta persyaratan yang harus dipenuhi dalam memilih satu strategi bersaing.
 Temuan dalam penelitian ini agak berbeda dengan penelitian Kean, Neimeyer dan Miller (1996) yang menemukan adanya perbedaan strategi yang dipilih berdasarkan umur usaha. Semakin lama umur usaha dan kurang dalam sumberdaya seharusnya memilih strategi fokus dibandingkan dengan strategi keunggulan biaya. Hal ini ditujukan untuk menghasilkan laba jangka panjang.
Perbedaan temuan dalam penelitian ini dengan penelitian Kean etal disebabkan oleh cara berfikir pengusaha kecil sulaman bordir di kota Padang yang belum memilih strategi bersaing berdasarkan sumberdaya yang dimiliki, dan lebih  mengikuti pola apa yang dilakukan oleh pesaing yang ada. Pengusaha sulaman bordir di kota Padang lebih cenderung bersaing harga dengan sesama pesaing dibandingkan mencari ceruk pasar ataupun membuat produk yang berbeda dari para pesaing.
Berdasarkan pertanyaan terbuka ternyata masalah utama yang dihadapi oleh ukm sulaman bordir ini adalah masalah pemasaran dan masalah permodalan. Pengusaha sulaman bordir mengalami kesulitan untuk memasarkankan produknya terutama karena tidak adanya perbedaan yang berarti dengan para pesaing sesama pengusaha sulaman bordir dan masalah kedua adalah kurangnya modal yang dimiliki sehingga menyulitkan untuk mengembangkan usaha lebih lanjut terutama untuk memenuhi permintaan dalam jumlah besar.
Perhatian pemda dinilai oleh responden belum cukup optimal, pemda telah memberikan pembinaan namun masih sebatas pengasesan modal dari BUMN, pemasaran produk belum didukung secara baik oleh pemda terutama untuk mengembangkan corak produk ataupun daerah pemasaran. Peran pemda sebenarnya sangat penting agar bisa menguatkan pengusaha kecil ini sekaligus mampu untuk meningkatkan PAD.


Kesimpulan dan Saran
Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
    1. Pengusaha sulaman bordir di kota Padang lebih memilih strategi keunggulan biaya sebagai strategi bersaing dibandingkan dengan strategi focus
    2. Pengelompokan strategi bersaing yang dipilih tidak dipengaruhi secara signifikan oleh variabel jumlah penjualan, umur usaha serta jumlah kekayaan bersih
    3. Berdasarkan kondisi yang ada strategi yang lebih tepat untuk dipilih adalah strategi focus, karena tidak membutuhkan modal besar namun membutuhkan inovasi agar bisa mencari ceruk pasar dan masuk ke segmen tertentu saja.
    4. Pengusaha sulaman bordir di kota Padang belum mampu mengkombinasikan antara sumberdaya yang dimiliki dengan strategi bersaing yang dipilih agar mampu menciptakan keunggulan bersaing yang berkelanjutan.

Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan kepada perusahaan:
a.       Agar mampu bersaing pengusaha kecil sulaman bordir harus memilih strategi bersaing yang sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki dan strategi yang paling tepat untuk dipilih adalah strategi focus. Strategi ini dilakukan dengan memfokuskan pasar pada segmen tertentu saja, agar strategi ini bisa berhasil usaha kecil sulaman bordir harus memiliki suatu perbedaan yang bernilai bagi ceruk pasar yang akan dimasuki.
b.      Agar usaha kecil sulaman bordir mampu berkembang dengan baik dibutuhkan bantuan berbagai pihak seperti pemerintah daerah, perguruan tinggi serta pihak swasta lain dalam pembinaan dan membantu memberikan pemahaman yang lebih bagus tentang cara menciptakan keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Bantuan utama yang dibutuhkan adalah dalam bidang pemasaran dan permodalan.

Daftar  Pustaka

Beal, Reginald M. (2000). Competing Effectively;Environmental Scanning, Competitive Strategy and Organizational Performance in Small Manufacturing Firms. Journal of Small Business Management. January.

Burcher, Peter G, Lee, Gloria L (2000) Competitiveness Strategies and AMT Investment Descisions. Integrated Manufacturing Systems 11/5 p. 340-347

Buzzell, BT, Gale, BT (1987) The PIMS Principles:Linking Strategy to Performance,
Free Press New York.

Helms, Merillyn M. Dibrell, Clay. Wright,Peter. (1997) Competitive Strategies and Business Performance:Evidence from the Adhesives and Sealants Industry, Management Decision 35/9 p. 689-703

Hlavacka, Svatopluk. Etal (2001) Performance Implications of  Porters Generic Strategies in Slovak Hospital. Journal of Management in Medicine. Vol.15 No.1 p.44-66

Kean,Rita C, Niemeyer, Shirley, Miller, Nancy J.(1996). Competitive Strategy in The Craft Product Retailing Industry, Journal of Small Business Management (january),p.13 –23.

Lau, R.S.M (2002). Competitive Factors and Their Relative Importance in the US Electronics and Computer Industries. International Journal of Operations & Productions Management. Vol 22 No. 1. p.125-135.

Lee, Khai Sheang. Lim, Guan Hua. Tan, Soo jiuan. (2002) Competing for Markets: Growth Strategies for SMEs . Mc Graw Hill. Singapore

O’Gorman, Colm (2001) The Sustainability of Growth in Small Medium- Sized Enterprises, International Journal of Enterpreneural Behavior&Research vol.7 No.2 p.60-75

O’Regan, Nicholas, Ghobadian, Abby (2002) Effective Strategic Planning in Small and Medium Firms Management Decision 40/7 p.663.671

Pelham, Alfred M (2000) Market Orientation and Other Potential Influences of Performance in Small and Medium Sized Manufacturing Firms, Journal of Small Business Management.January

Porter, Michael E(1980). Competitive Strategy.New York, Free press

Treacy, Michael, Wierseme, Fred.(1994).The Discipline of Market Leaders. Addison-wesley.

Wong, Kevin KF& Kwan,Cindy (2001). An Analysis of the competitive strategies of hotels and travel agents in Hongkong and Singapore. International Journal of Contemporary Hospitality Management. 13/6. 293-303 

Atribut-Atribut Yang Mempengaruhi Konsumen Dalam Memilih Suatu Lembaga Kursus Bahasa Inggeris

Atribut-Atribut  Yang Mempengaruhi Konsumen
Dalam Memilih Suatu Lembaga Kursus Bahasa Inggeris

Abror
Abstract

Knowing “customer needs and wants” is key success factor for a business. In services business especially in English Course, we also have to do that. The aim of this research is finding a number of determinants influence a customer to choose an English Course. From 12 attributes, 11 attributes found as determinant for choosing an English course. In the next step, by using factors analysis this study found only 4 factors, called as Facility and Infrastructure, Quality of the teachers, Image and Product.

Key word: Customers, service business, attributes


1.  Pendahuluan

Setiap perusahaan yang menghasilkan produk baik berupa barang maupun jasa, perlu memperhatikan  atribut atribut  yang dibutuhkan oleh konsumen, sehingga  bisa menang dalam persaingan. Persaingan yang semakin ketat terjadi akibat makin banyaknya perusahaan yang muncul  serta semakin mudahnya konsumen untuk merubah pilihannya (loyalitasnya semakin rendah), ini juga  disebabkan oleh  kondisi konsumen yang semakin pintar dalam melakukan pembelian.
Salah satu bidang usaha yang cukup diminati oleh para pengusaha adalah penyelenggaraan  kursus bahasa Inggris. Usaha ini memiliki pangsa pasar yang cukup besar yaitu dari berbagai kalangan masyarakat terutama  anak-anak dan remaja usia sekolah, mahasiswa bahkan para pegawai  yang ingin meningkatkan kemampuaan bahasa Inggrisnya.
Dalam penyelenggaraan  usaha ini para penyelenggara perlu memperhatikan berbagai atribut yang  dibutuhkan oleh konsumen dari suatu lembaga kursus. Atribut-atribut ini  nantinya akan menjadi faktor  penentu bagi konsumen dalam memilih suatu lembaga kursus bahasa Inggris.
Atribut-atribut  yang diperhatikan oleh konsumen bisa bersifat fisik maupun yang nonfisik, seperti  gedung yang bagus, lokasi yang strategis, fasilitas pengajaran yang memadai,  nama lembaga, biaya pendidikan serta  atribut bersifat non fisik seperti  keramahan pelayanan,  kualitas tenaga pengajar,  tersedianya native speaker,  keamanan dan lainnya.
Dari penelitian sebelumnya  untuk  bidang usaha jasa  selalu memperhatikan faktor  yang bersifat fisik maupun non fisik. Verma (1996) melakukan penelitian tentang pelayanan dalam penjualan produk juga memperhatikan  kedua faktor tersebut. Inilah yang menjadi dasar bagi  peneliti untuk melakukan penelitian tentang  faktor atau atribut-atribut apakah yang berpengaruh bagi konsumen dalam memilih suatu lembaga  kursus bahasa Inggeris, sehingga bisa memberikan gambaran  tentang persepsi konsumen terhadap atribut-atribut  dari suatu lembaga kursus bahasa Inggris .
Berdasarkan kondisi diatas dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah atribut-atribut apakah yang berpengaruh terhadap  konsumen dalam memilih suatu lembaga kursus bahasa Inggris. Atribut produk merupakan  hal yang pertama kali diperhatikan oleh konsumen dalam memilih suatu produk, terutama atribut yang bersifat fisik dan kemudian atribut non-fisiknya. Sebagai contoh di dunia perbankan, konsumen terlebih dahulu memperhatikan produk yang ditawarkan, lokasi yang strategis, setelah itu baru konsumen akan menilai terhadap pelayanan yang diberikan, seperti misalnya kecepatan dan kemudahan dalam bertransaksi.
Bernard Weiner (2000) melihat bahwa atribut merupakan hasil (outcome) dari pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. Outcome konsumen akan membentuk suatu mind-set berisikan kumpulan atribut yang berintreaksi dengan ekspektasi dari konsumen. Atribut yang memenuhi atau melebihi ekspektasi konsumen akan menciptakan kepuasan (satisfaction) dan meng-construct perilakunya (consumer behavior) dalam memilih atau membeli suatu produk.
Atribut-atribut  yang melekat dalam suatu produk  akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk memilih suatu produk.  Menurut Lindquist dalam Soehadi (1998), bahwa ada beberapa atribut  yang mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian, diantaranya adalah pelayanan yang diberikan, promosi yang dilakukan, faktor fisik berupa fasilitas, layout, bangunan, serta  kenyamanan dan lingkungan  serasi dan reputasi dari usaha/produk tersebut.
Perubahan lingkungan mengakibatkan konsumen lebih menguasai informasi, konsumen menjadi informationalized, yang dengan kata lain konsumen memiliki banyak pilihan atribut, dimana pengusaha harus mampu mengidentifikasi pilihan atribut tersebut, dan mewujudkan ke dalam bentuk produk yang diinginkan konsumen.
Menurut Lanchester dalam Soehadi(1998), secara umum sebuah produk dipandang sebagai sekumpulan atribut-atribut dan benefit. Atribut-atribut yang dimunculkan haruslah yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen  sehingga produk yang ditawarkan dapat diterima oleh pasar dan memberikan nilai tambah bagi konsumen. Untuk memunculkan atribut yang memenuhi needs and  wants dari konsumen, pengusaha perlu melakukan identifikasi terhadap  hal tersebut.
Dalam penelitian tentang Customer Satisfaction yang dilakukan Kelsey dan Bond, diperoleh beberapa atribut yang menentukan kepuasan konsumen terhadap suatu lembaga pendidikan, antara lain:
  1. Kepuasan akan pelayanan staf yang diberikan.
  2. Perhatian yang diberikan staf pengajar akan apa yang dipelajari.
  3. Kelengkapan fasilitas yang diberikan.
  4. Biaya pendidikan terjangkau.
  5. Respon dalam menghadapi keluhan.
  6. Lembaga memberikan informasi dan solusi bagi setiap masalah yang dihadapi.
  7. Latar belakang staf pengajar.
  8. Promosi yang dilakukan lembaga pendidikan.
  9. Image lembaga pendidikan.
Agar produk yang diciptakan sesuai dengan keinginan konsumen maka diperlukan suatu  sinkronisasi  antara kemampuan produsen dalam menghasilkan produk dan  keinginan konsumen, Meyer (1997)  menjelaskan  bahwa untuk menciptakan suatu produk baru diperlukan suatu Composite Design yaitu dengan mempertemukan antara ide dari Engineer dengan suara konsumen serta keinginan manajer  agar bisa menciptakan produk yang bernilai tambah bagi konsumen dan unggul dalam biaya .
Salah satu cara untuk menangkap suara konsumen  atau apa yang diinginkan konsumen adalah dengan melakukan penelitian tentang atribut-atribut yang dibutuhkan oleh konsumen, hal ini bisa didapatkan lewat survey langsung ke konsumen  tentang atribut-atribut yang dibutuhkan oleh konsumen dari suatu produk.
Berdasarkan identifikasi terdahulu terhadap usaha jasa  seperti  lembaga kursus  bahasa Inggris, diduga atribut  yang berpengaruh adalah, promosi yang dilakukan (X1), nama lembaga (X2), biaya pendidikan (X3), latar belakang pendidikan pengajar (X4), ketersediaan native speaker (X5), program yang ditawarkan (X6), laboratorium bahasa dan ketersediaan buku (X7), lokasi yang strategis (X8), gedung yang megah dan ber-AC (X9), pelayanan resepsionis dan administrasi (X10), kebersihan gedung dan parkir (X11) serta keamanan dalam dan luar gedung (X12).

2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang atribut-atribut yang dapat mempengaruhi konsumen dalam memilih suatu lembaga kursus bahasa Inggris, dan memberikan masukkan bagi pengusaha yang ingin melakukan investasi di bidang ini.

3.      Metodologi


Jenis penelitian adalah penelitian eksploratoris, dimana peneliti mencoba menggali lebih dalam tentang atribut-atribut yang mempengaruhi konsumen dalam memilih suatu produk. Penelitian ini dilakukan  dengan melakukan survey terhadap  85 orang responden yang dianggap mewakili populasi (purposive sampling). Responden tersebut adalah mahasiswa Universitas Indonesia yang pernah mengikuti kursus bahasa Inggris.
Pengambilan data dilakukan melalui survey dengan mengunakan kusioner,  dimana setiap responden diminta untuk menjawab setiap pertaanyaan yang diajukan  dengan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (ST), Setuju (S) dan Sangat Setuju (SS). Jawaban dirancang hanya memiliki 4 (empat)  pilihan agar responden tidak ada yang menjawab netral.
Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan analisis factor, analisis ini digunakan sebagai alat untuk mereduksi dan  mengelompokan  atribut- atribut yang memiliki kesamaan kedalam satu komponen yang nanti akan diberi nama sesuai dengan sifat dari atribut-atribut nya.
Analisis faktor akan memberikan  gambaran tentang faktor-faktor  saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap  konsumen dalam memilih suatu lembaga kursus bahasa Inggris, setiap faktor yang tidak signifikan akan otomatis dikeluarkan dari analisis dan bagi faktor yang memiliki kedekatan akan dikelompokan kedalam satu komponen atau satu faktor utama. Analisis ini akan  diuji dengan tingkat signifikansi  5% atau dengan tingkat kepercayaan  sebesar 95%

3. Temuan dan  Pembahasan

Dari data yang terkumpul  terlihat profil 85 responden sebagai berikut

Jenis Kelamin


laki-laki                       35 orang
perempuan                   50 orang

Umur

20 – 24 tahun              48 orang
25 – 29 tahun              19 orang
30 – 34 tahun              13 orang
>34 tahun                       5 orang

Pendidikan

Diploma                       24 orang
S1                                27 orang
S2                                 34 orang

Berdasarkan jawaban yang diberikan, dan setelah dianalisis lebih lanjut dengan mengunakan faktor analisis maka ditemukan bahwa 11 atribut yang dimasukkan ke dalam model dapat dikelompokan menjadi 4 kelompok atribut utama. Atribut nama lembaga dinilai tidak layak masuk kedalam model karena memiliki nilai korelasi yang hampir sama terhadap semua kelompok yang terbentuk. Pengelompokan tersebut dibuat berdasarkan nilai eigenvalue, dalam ketentuan umum pengelompokan dilakukan dengan nilai eigenvalue lebih dari satu (Malhotra,1999), yang dapat dilihat dalam table rotated component matrix (lampiran 1)
a.       Promosi yang dilakukan, berkorelasi cukup kuat (0,717) terhadap komponen atribut utama 3.
b.      Biaya pendidikan, berkorelasi sebesar 0,747 terhadap komponen atribut utama 3.        
c.       Latar belakang pengajar, berkorelasi sebesar 0,815 terhadap komponen atribut utama 2.          
d.      Ketersediaan native speaker, berkorelasi sebesar 0,885 terhadap komponen atribut utama 2.    
e.       Program yang ditawarkan, berkorelasi sebesar 0,577 terhadap komponen atribut utama 4.       
f.       Laboratorium dan ketersediaan buku, berkorelasi sebesar 0,784 terhadap komponen atribut utama 4.
g.      Lokasi yang strategis, berkorelasi sebesar 0,580 terhadap komponen atribut utama 1.   
h.      Gedung yang megah dan ber-AC, berkorelasi sebesar 0,565 terhadap komponen atribut utama 3.       
i.        Pelayanan resepsionis dan administrasi, berkorelasi sebesar 0,768 terhadap komponen atribut utama 1.           
j.        Kebersihan gedung dan parkir, berkorelasi sebesar 0,820 terhadap komponen atribut utama 1.
k.      Keamanan dalam dan luar gedung, berkorelasi sebesar 0,821 terhadap komponen atribut utama 1.

Dari uraian tersebut diatas terlihat pengelompokkan berdasarkan angka korelasi. Pengelompokkan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

l.        Kelompok atribut utama 1 (Lokasi yang strategis, pelayanan resepsionis dan administrasi, kebersihan gedung dan parkir, serta keamanan dalam dan luar gedung), dinamakan fasilitas dan infrastruktur.
2.      Kelompok atribut utama 2 (Latar belakang pengajar dan ketersediaan native speaker), dinamakan kualitas staff pengajar.
3.      Kelompok atribut utama 3 (Promosi yang dilakukan, biaya pendidikan,  dan gedung yang megah dan ber-AC), dinamakan image.
4.      Kelompok atribut utama 4 (Program yang ditawarkan dan laboratorium dan ketersediaan buku), dinamakan produk.

Keempat  atribut utama yang terbentuk  mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi konsumen dalam memilih suatu lembaga kursus bahasa Inggris, sebesar  63,477% . ( lampiran 2). Setelah dilakukan reduksi atribut, maka didapat model  sebagai berikut :


4. Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dari dua belas atribut  yang disebutkan  di atas di temukan hanya 11 atribut yang berpengaruh secara signifikan  terhadap konsumen dalam memilih lembaga kursus bahasa Inggris.Sebelas  atribut yang mempengaruhi konsumen dalam memilih lembaga kursus bahasa Inggris, dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok atribut utama, yaitu fasilitas dan infrastruktur, kualitas staff pengajar, image dan produk. Untuk mendirikan suatu lembaga kursus bahasa Inggeris  perlu memperhatikan ke- 4  atribut  utama  agar  dapat memenuhi needs and wants dari konsumen.
Penelitian ini juga memiliki keterbatasan terutama  dalam pengambilan sampel  hanya sebesar 85 orang  yang semuanya berasal dari kalangan mahasiswa, sedangkan  seperti yang diketahui konsumen  lembaga kursus bahasa Inggeris  berasal dari berbagai kalangan..Dengan menggunakan analisis faktor terjadi pengelompokan atribut-atribut yang memiliki kedekatan yang ditunjukan oleh korelasi dalam satu atribut utama, sehingga besar kemungkinan atribut  yang dikelompokan  tersebut tidak bisa dijelaskan  secara sempurna oleh faktor utama yang terbentuk.Penamaan atribut baru yang terbentuk juga  tidak dapat mewakili  atribut secara keseluruhan.
Model ini hanya mampu menjelaskan  atribut –atribut yang mempengaruhi  konsumen dalam memilih lembaga kursus bahasa Inggris sebesar 63,477%  sedangkan  36,623% lainnya dipengaruhi oleh  atribut lain yang tidak terdapat dalam model. Penelitian lebih lanjut perlu diarahkan untuk mencari factor/atribut lain yang belum tercakup dalam penelitian ini dan tentunya dengan jumlah sampel yang lebih memadai.

DAFTAR PUSTAKA


Kelsey, Kathleen Dodge and Bond, Julie A. (2001), “A Model for Measurement Customer Satisfaction within an Academic Center of Excellence,” Managing Service Quality, Vol. 11 No. 5 p. 359-367

Malhotra, Naresh K. (1999), Marketing Research: An Applied Orientation, 3th  Ed, New York, Prenticehall.

Meyer, Marc H. and Lehnerd, Alvin P. (1997), The Power of Product Platform: Building Value and Cost Leadership, New York: The Free Press.

Santoso, Singgih, Tjiptono Fandy. (2001) Riset Pemasaran:Konsep dan Aplikasi dengan SPSS, Jakarta, Elex Media Komputindo.

Soehadi, Agus W. (1998), The Measurement of Store Image: The Case of Matahari, Pasaraya and Cahaya,Desertasi tidak dipublikasikan, Universitas Prasetia Mulya. Jakarta

Verma, Rohit and Thompson, Gary M. (1996), “Basing Service Management on Customer Determinants: The Importance of Hot Pizza,” Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly, (June), p.18-23.

Weiner, Bernard (2000), “Attributional Thoughts about Consumer Behavior,” Journal of Consumer Research, 27 (December), p.382-387.